Sistem kekerabatan orang jawa


Sistem kekerabatan orang Jawa adalah Bilateral atau parental, yaitu didasarkan garis bapak dan garis ibu secara berimbang. Mengenai sistem istilah kekerabatannya, menunjukkan sistem klasifikasi menurut angkatan-angkatan.

Semua kakak laki-laki serta kakak wanita ayah dan ibu, beserta isteri-isteri maupun suami-suami masing-masing diklasifikasikan menjadi 1 dengan istilah siwa atau uwa.

Sedangkan adik dari ayah dan ibu diklasifikasikan ke dalam 2 golongan  yang dibedakan menurut jenis kelamin, yaitu paman bagi para adik laki-laki dan bibi bagi para adik wanita.

Dalam masyarakat orang Jawa berlaku adat-adat yang menentukan bahwa 2 orang tidak boleh saling kawin apabila mereka :

    Saudara kandung, ini juga larangan dalam agama Islam.
    Pancer lanang, yaitu anak dari 2 orang saudara sekandung laki-laki.
    Saudara misan, yaitu anak-anak dari 2 bersaudara kandung.
    Pihak laki-laki lebih muda menurut ibunya daripada pihak wanita.

Sedangkan perkawinan antara 2 orang yang tidak terikat karena hubungan-hubungan kekerabatan seperti tersebut di atas diperkenankan. Sebagai contoh : perkawainan "ngarang wulu". Yaitu perkawinan seorang duda dengan salah satu adik isterinya yang sudah meninggal (= sororat).

Jalannya proses perkawinan menurut tata cara adat Jawa yaitu sebagai berikut :
 

1. Keluarga calon mempelai laki-laki menanyakan kepada pihak keluarga wanita, apakah si gadis sudah ada yang punya apa belum.

2. Nontoni, yaitu calon suami diberi kesempatan melihat kepada calon isterinya. Hal ini dilakukan bersamaan dengan menanyakannya tadi.

3. Peningsetan, yaitu upacara pemberian sesuatu harta benda oleh pihak calon isteri sebagai tanda ikatan. Upacara ini juga disebut tunangan, tukar cincin, atau singsetan.

4. Asok-tukon, yaitu menyerahkan harta dalam jumlah/wujud tertentu dari calon suami kepada keluarga calon isteri.

Biasanya, diserahkan 3 hari sebelum upacara pernikahan, ada yang berupa uang atau ternak. Asok tukon tersebut disebut srakah atau srahsrahan (- mas kawinnya).

5. Sehari sebelum pernikahan diadakan selamatan dan tirakatan (berjaga-jaga) yang disebut midodareni.

6. Pada umumnya perkawinan tersebut dilakukan secara Islam oleh penghulu atau naib, bisa dilakukan di KUA atau di rumah calon pengantin putri. Upacara pernikahan itu disebut ijab kobul (akad nikah). Setelah itu diadakan upacara panggih dalam suatu resepsi besar.

7. Sesudah pernikahan, isteri baru boleh dibawa ke tempat suami setelah 5 hari kemudian, yang disebut sepasaran (ngunduh temanten).

8. Pada resepsi pernikahan itu biasanya seluruh kerabat dari kedua belah pihak dan para sahabat serta kenalannya menyumbang berupa uang atau bahan makanan kepada keluarga mempelai wanita. Bagi para penyumbang wanita, pulangnya diberi bungkusan nasi/kue yang biasa disebut ulih-ulih.

Tradisi demikian sangat kuat, sehingga kadang-kadang sangat memberatkan masyarakat. Sebab biasanya musim orang punya hajat itu harinya bersamaan. Karena mereka berpatokan hari baik dari buku atau primbon yang berpedoman pada keraton. Sehingga dalam satu hari bisa saja seseorang mendapatkan undangan 5-10 undangan.


http://javaneseart-culture.blogspot.com/2013/12/sistem-kekerabatan-orang-jawa.html

0 komentar:

Posting Komentar