Selametan Kematian


Berikut ini adalah macam-macam ritual atau selametan yang sering dilakukan pada acara kematian :
 

1.      Geblag atau selamatan setelah penguburan
Geblag atau biasanya disebut ngesur tanah merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat hari meninggalnya seseorang. Upacara ini diselenggarakan pada sore hari setelah jenazah dikuburkan. Istilah sur tanah atau ngesur tanah berarti menggeser tanah (membuat lubang untuk penguburan mayat). Makna sur tanah adalah memindahkan alam fana ke alam baka dan wadag semula yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah juga.
 

2.      Nelung dina atau selamatan setelah tiga hari kematian
Selametan tiga hari disebut juga mitung dino. Pelaksanakan selamatan biasanya dilakukan malam hari menjelang hari dan pasaran ke tiga. Selamatan nelung dinadimaksudkan sebagai upaya ahli waris untuk penghormatan kepada roh orang yang meninggal. Dalam kaitan ini orang Jawa berkeyakinan bahwa roh orang yang meninggal masih berada di dalam rumah. Namun roh tersebut sudah tidak berada di tempat tidur lagi. Roh sudah mulai berkeliaran untuk mencari jalan agar dengan mudah meninggalkan rumah dan anggota keluargannya.
 

3.      Mitung dina atau selamatan setelah tujuh hari kematian
Selametan tujuh hari kematian  hari disebut juga mitung dino. Selamatan mitung dina dimaksudkan untuk penghormatan terhadap roh. Setelah tujuh hari roh mulai keluar dari rumah. ltulah sebabnya seeara simbolis ahli waris membukakan genting atau jendela agar sebelum selamatan dimulai agar roh orang yang meninggal dapat keluar dengan lancar dari rumah. Roh yang sudah keluar dari rumah akan berhenti sejenak di pekarangan atau berada di halaman sekitar. Untuk mempermudah perjalanan roh meninggalkan pekarangan ahli waris membantu dengan acara selamatan tahlilan, dan mendoakan. Tahlil dilaksanakan selama 7 malam yang berupa bancakan (waosan kalimah tayibah). Kata tahlil berasal dari kata Arab halala yang berarti membaca kalimat "lAailaha illallah" dengan tujuan mendoakan agar dosa orang yang meninggal diampuni. Pada malam terakhir, pembacaan tahlil ditutup dan sekaligus selamatanmitung dina. Penutupan tahlil dimaksudkan juga sebagai syukuran atas selesainya tahlil.Karena itu peserta kenduri diberi sodaqoh berupa bancakan yang berisi nasi dan lauk pauknya. Kata bancakan kemungkinan berasal dari tempat tumpeng pungkur yang dibuat dari anyaman bambu secara renggang. Anyaman semacam ini disebut ancak.Perkembangan selanjutnya berubah menjadi kata bancak.

4.      Matangpuluh dina atau selamatan setelah 40 hari kematian
Tradisi selamatan matangpuluh dina dimaksudkan sebagai upaya untuk mempermudahperjalanan roh menuju ke alam kubur. Ahli waris membantu perjalanan itu dengan mengirim doa yaitu dengan bacaan tahlil dan selamatan. Dengan ubarampe selamatan yang bermacamacam itu dimaksudkan sebagai sajian kepada roh dan jasad. Jasad yang hams disempurnakan adalah berupa darah, daging, sungsum,jeroan (isi perut), kuku, rambut, tulang, dan otot (Bratawidjaja, 1993:136). Fungsi selamatan matangpuluh dina juga untuk member penghonnatan kepada roh orang yang meninggal yang sudah mulai keluar dari pekarangan (sanjabaning wangon) dan akan menuju ke alam kubur. Pada saat ini roh sudah mulai bergerak sedikit demi sedikit menuju alamkubur. Roh mulai mencari jalan yang lurus dan bersih yaitu jalan mana yang ketikapemberangkatan jenazah sudah disapu. Jika jalannya sudah bersih maka tidak akan ada aral melintang untuk menuju alam kubur. Fungsi selamatan ini sesuai dengan esensi selamatan yang sebenarnya yaitu sebagai upaya pemujaan pada roh orang yang meninggal.
 

5.      Nyatus dina atau selamatan setelah 100 hari kematian
Tradisi selamatan nyatus dina dimaksudkan untuk menyempumakan semua hal yang bersifat badan wadhag. Di alam kubur ini, roh masih sering kembali ke dalam keluarga sampai upacara selamatan tahun pertama (mendhak pisan) dan peringatan tahun kedua(mendhakpindho). Ubarampe selamatan nyatus dina sarna dengan sajian selamatan nelungdina mitung dina, matangpuluh dina. Perbedaannya pada selamatan nyatus dina sudah menggunakan pasung, ketan, dan kolak. Pasung yang dibuat seperti gunung (payung) dari daoo nangka dan diisi bahan dari gandum. Maknanya adalah agar yang meninggal mendapatkanpayung (perlindoogan). Karena orang yang meninggal akan melewati jalan panjang dan panas, maka untuk dia dibuatkan ketan sebagai alas (lemek) agar kakinya tidak panas. Ketan juga bermakna raketan artinya mendekatankan diri kepada Tuhan. Sajian juga dilengkapi kolak yang berasal dari kata khalik atau kolaq (pencipta). Dengan sajian semacam ini, diharapkan orang yang meninggal akan dengan lancar menghadap Sang Khalik. Penafsiran semacam itu menoojukkan bahwa ada perpaduan antara Hindu-Jawa dengan Islam yang pada prinsipnya orang Jawa mempunyai dambaan untuk kembali kepada Tuhan dalam keadaan tata titi tentrem (tenang).
 

6.      Mendhak sepisan atau selamatan setelah satu tahun kematian
Upacara mendhak pisan merupakan upacara yang diselenggarakan ketika orang meninggal pada setahun pertama. Tata cara dan bahan yang diigunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika melakukan peringatan seratus hari.
Fungsi selamatan ini adalah untuk untuk mengingat-ingat kembali akan jasa-jasa orang yang telah meninggal. Ahli waris pada selamatan ini harus mengingat kebesaran almarhum-almarhumah. Karena itu selamatan mendhak pisan (nyetauni) sering disebut juga meling. Kata meling berasal dari kata eling artinya mengingatingat. Konsep mengingat-ingat juga terkandung pesan yang lain, yaitu sebagai upaya ahli waris untuk instrospeksi diri bahwa mereka pada saatnya juga akan dipanggil oleh Tuhan. Dengan cara ini mereka akan lebih berhati-hati dalam hidup dan akan meningkatkan amal perbuatan. Kecuai itu, mereka juga akan lebih yakin bahwa kematian adalah peristiwa khusus.
 

7.      Mendhak pindho atau selamatan setelah dua tahun kematian
Selamatan mendhak pindho dimaksudkan untuk menyempumakan semua kulit, darah dan semacamnya. Pada saat ini jenasah sudah haneur luluh, tinggal tulang saja). Pada saat ini juga dilakukan pengiriman doa dengan eara tahlil dan sajian selamatan.. Tradisi selamatan kematian sangat mungkin merupakan hasil akumulasi kepereayaan masyarakat Jawa dengan kepercayaan lain, seperti adanya pengaruh Hindu, Buda, dan Islam. Akibat dari pembauran kepereayaan ini dinamakan sinkretisme Jawa. bahwa di Jawa sering teIjadi manifestasi Islam sinkretik dalam arti, umpamanya, kepercayaan dan ritualritual Jawa tetap dipertahankan sebagai ritual Islam setempat. Hasil sinkretik itu telah mewarnai kehidupan masyarakat Jawa sehingga hampir sulit dipisahkan antara kepereayaan asli dan kepercayaan yang mempengaruhinya.
 

8.      Nyewu atau selamatan sete1ah seribu hari kematian
Nyewu boleh dikatakan sebagai puncak dari rangkaian selamatan kematian. Pada saat ini orang Jawa meyakini bahwa roh manusia yang meninggal sudah tidak akan kembali ke tengah-tengah keluarganya lagi. Roh tersebut betul-betul telah akan meninggalkan keluarga untuk menghadap Tuhan. Itulah sebabnya selamatan pada saat ini dilaksanakan lebih besar dibanding selamatan sebelumnya. Karena itu untuk pembacaankalima tayibah (tahlil) pun peserta yang diundang juga jauh lebih banyak. Jika sebelumnya tidak memakai makanan sesudah tahlil, biasanya selamatan nyewu memakai makan bersama. Setelah makan bersama lalu dilaksanakan kenduri.

Pelaku Pada acara Selametan Kematian
 

Pelaksanaan tahlilan diawali oleh pihak keluarga di mayat dengan mengundang tetangga dan sanak familinya atau orang terdekat, ulama’ dan para kyai secara lisan untuk menghadiri acara itu yang akan diselenggarakan di rumah duka. Acara tahlilan baru dimulai apabila para undangan sudah banyak yang datang dan dianggap cukup. Yang perlu untuk diketahui adalah bahwa kadang-kadang orang yang tidak diundangpun turut menghadiri acara tahlilan, sebagai ekspresi penyampaian rasa ikut berduka. Acara tahlilan, sebagaimana acara-acara lain, dimulai dengan pembukaan dan diakhiri dengan pembagian makanan kepada para hadirin. Kaitannya dengan masalah makanan dalam acara tersebut, kadang-kadang pihak keluarga si mayat ada yang menyajikannya sampai dua kali, yaitu untuk disantap bersama di rumah tempat mereka berkumpul dan untuk dibawa pulang ke rumah masing- masing, yang disebut dengan istilah “berkat” (berasal dari bahasa Arab) barakah. Proses berjalannya acara yang sudah menjadi adat kebiasaan, dipimpin oleh seorang tokoh masyarakat, kalau bukan seorang ulama atau ustad yang sengaja disiapkan oleh tuan rumah. Dalam acara selamatan kematian masyarakat pada umumnya melakukan pembacaan tahlil dan Al- Qur’an serta pembacaan do’a-do’a bersama yang khusus ditujukan pada orang yang meninggal sesuai dengan hari waktu dan meninggal. Tidak hanya itu, karena ritual tahlilan ini juga diisi dengan tawasul-tawasul kepada Nabi, sahabat dan para wali serta juga keluarganya yang telah meninggal.

Adapun pelaku pada acara saat pemakaman adalah sebagai berikut :
 

1)   Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai.
2)   Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam.
3)   Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di 


urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Setelah itu jenazah diberangkatkan dengan keranda yang diangkat oleh anak-anaknya yang sudah dewasa bersama dengan anggota keluarga pria lainnya, sedangkan seorang memegang payung untuk menaungi bagian dimana kepala jenazah berada. Adapun urutan untuk melakukan perjalanan ke pemakaman juga diatur. Yang berada diurutan paling depan adalah penabur sawur (terdiri dari beras kuning dan mata uang), kemudian penabur bunga dan pembawa bunga, pembawa kendi, pembawa foto jenazah, keranda jenazah, barulah dibagian paling belakang adalah keluarga maupun kerabat yang turut menghantarkan. Namun dalam keyakinan orang Jawa, seorang wanita tidak diperkenankan untuk memasuki area pemakaman. Jadi mereka hanya boleh menghantarkan sampai didepan pintu pemakaman saja. Dan mereka yang masuk hanyalah kaum pria tanpa memakai alas kaki.


1 komentar:

Sekarkaa mengatakan...

Sangat membantu. Terima kasih

Posting Komentar