Bunyi Bahasa



Getaran udara yang ditimbulkan oleh benturan benda akan menghasilkan suara, misalnya, gamelan akan mengeluarkan bunyi jika dipukul. Selain dihasilkan oleh alat-alat gamelan, suara dapat pula dihasilkan oleh alat ucap manusia, seperti pita suara, lidah, dan bibir.

Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia seperti itulah yang disebut bunyi bahasa dan hanya itu yang dipelajari fonologi. Ada dua cabang ilmu linguistic yang mengkaji bunyi bahasa, yaitu fonetik dan fonologi.



ØFonetik

Fonetik mempelajari bagaimana bunyi bahasa dihasilkan oleh alat ucap manusia dan bagaimana kualitas bunyi yang dihasilkannya. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia itu disebut fon.

Dengan demikian, fonetik hanya mengkaji dan menganalisis bunyi bahasa berkenaan dengan artikulasi, transmisi, dan persepsi suatu bunyi.

Fonetik dibedakan menjadi tiga, yaitu : fonetik akustik, fonetik auditoris, dan fonetik artikulatoris.

                   

·        Fonetik Akustik

Fonetik akustik menyelidiki bunyi yang berhubungan dengan ilmu-ilmu fisikal sifat-sifat bunyi. Contoh : frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, dan timbrenya oleh alat pembantu seperti osilograf.



·        Fonetik Auditoris

Fonetik auditoris mempelajari bagaimana manusia mendengarkan dan memersepsi bunyi bahasa. Contoh : bunyi ketukan.



·        Fonetik Artikulatoris

Fonetik artikulatoris mengamati alat ucap serta cara kerjanya dalam menghasilkan bunyi sehingga yang dipelajari fonetik ini adalah alat organik yang digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa. Contoh : eb, eh.



ØFonologi

Fonologi mengkaji dan menganalisis pemanfaatan bunyi bahasa dan sistem bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia. Dengan kata lain, fonologi mempelajari bunyi bahasa berdasarkan fungsinya, yaitu, fungsinya sebagai pembeda antara bunyi yang satu dan bunyi yang lain dalam satu bahasa. Satuan bunyi yang dibicarakan dalam fonologi adalah alofon dan fonem.



·        Fonem dan Alofon

Fonem adalah bunyi bahasa yang mempunyai fungsi sebagai pembeda makna, sedangkan alofon adalah bunyi bahasa yang tidak mempunyai fungsi sebagai pembeda makna.



v VOKAL DAN KONSONAN BAHASA JAWA    

Vokal merupakan bunyi bersuara yang dihasilkan oleh udara yang dikeluarkan dari paru-paru melalui mulut tanpa dihambat oleh alat wicara. Dengan kata lain, bunyi udara yang keluar dari paru-paru melalui kerongkongan dan mulut tanpa mengalami hambatan apapun, baik hambatan lidah, gigi, maupun bibir akan menghasilkan vokal. Sementara itu, jika bunyi udara keluar dari paru-paru melalui kerongkongan dan mulut mengalami hambatan, baik hambatan lidah, gigi, gusi, maupun bibir, bunyi yang dihasilkan berupa konsonan. Semua bunyi, di luar vokal adalah konsonan.



ØFonem Vokal

Fonem vokal adalah bunyi bahasa yang dapat membedakan makna yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia tanpa hambatan saat mengucapkannya. Vokal bahasa jawa hanya terdiri atas tujuh vokal, yaitu /i/, /e/, /a/, /ə/, /u/, /o/, dan / /.



1.     Vokal /i/

Vokal /i/ bahasa jawa mempunyai dua alofon, yaitu [i] dan [I]. Yang membedakan kedua bunyi itu hanya terletak pada kuat atau lemahnya tekanan. Bunyi [i] merupakan vokal tertutup tinggi-kuat depan-tak bundar, sedangkan bunyi [I] merupakan vokal tertutup tinggi-lemah depan-tak bundar.



2.     Vokal /e/

Vokal /e/ bahasa jawa mempunyai dua alofon, yaitu [e] dan [ε]. Yang membedakan kedua bunyi itu hanya terletak pada kuat atau lemahnya tekanan. Bunyi [e] merupakan vokal agak tertutup sedang-kuat depan-tak bundar, sedangkan bunyi [ε] merupakan vokal agak tertutup sedang-lemah depan-tak bundar.



3.     Vokal /ə/

Vokal /ə/ dalam bahasa jawa bukan merupakan alofon fonem /e/ melainkan merupakan fonem tersendiri karena kedua bunyi itu dalam bahasa jawa dapat membedakan makna.



4.     Vokal /a/

Dalam khazanah linguistik jawa vokal /a/ lazim disebut a swara miring ‘bunyi a miring’.



5.     Vokal / /

Vokal / / dalam bahasa jawa bukan merupakan alofon vokal /o/ melainkan merupakan vokal tersendiri karena kedua bunyi tersebut mampu membedakan makna.



6.     Vokal /o/

Vokal /o/ dalam tata bahasa jawa lazim disebut o swara jejeg ‘bunyi o tegak’.



7.     Vokal /u/

Vokal /u/ bahasa jawa mempunyai dua alofon, yaitu [u] dan [ ]. Yang membedakan kedua bunyi itu hanya terletak pada kuat atau lemahnya tekanan. Bunyi [u] merupakan vokal tertutup belakang-bundar tinggi-kuat, sedangkan bunyi [ ] merupakan vokal tertutup belakang-bundar tinggi-lemah.

Paparan di atas memperlihatkan secara jelas bahwa fonem vokal bahasa jawa ada yang terdiri atas dua alofon dan ada pula yang hanya terdiri atas satu alofon.



ØFonem Konsonan

Konsonan merupakan bunyi yang timbul akibat udara yang keluar dari paru-paru melalui rongga mulut atau rongga hidung. Yang terpenting dalam konsonan adalah daerah artikulasi dan cara artikulasi. Daerah artikulasi meliputi velar, alveolar, bilabial, dental, dan labiodental, sedangkan artikulasi meliputi hambat, frikatif, nasal, getar, lateral, dan semivokal.

Berdasarkan daerah artikulasinya bunyi dibedakan menjadi bunyi bilabial, dental/alveolar, retrofleks, palatal, velar, dan glottal.

Berdasarkan cara artikulasinya, bunyi bahasa dibedakan menjadi bunyi hambat, frikatif, nasal, getar, dan lateral.

Konsonan hambat bersuara meliputi /b/, /d/, / /, /j/, dan /g/, sedangkan hambat tak bersuara meliputi /p/, /t/, / /, /c/, dan /k/.

Sementara itu, jika udara keluar melalui celah sempit pada mulut sehingga terjadi geseran pada alat ucap, bunyi yang dihasilkan berupa konsonan frikatif. Konsonan frikatif bersuara meliputi /v/ dan /z/, sedangkan konsonan frikatif tak bersuara meliputi /f/, /s/, /∫/, dan /x/. jika udara keluar melalui rongga hidung, bunyi yang dihasilkan berupa konsonan nasal, yaitu /m/, /n/, / /, dan /∫/. Jika udara keluar melalui kedua sisi lidah, bunyi yang dihasilkan berupa konsonan lateral, yaitu /l/.



1.     Bunyi Bilabial

Bilabial adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh kedua bibir. Yang termasuk bunyi bilabial yaitu [b], [p], [m], dan [w].

Fonem /b/ dalam bahasa jawa mempunyai alofon [b] dan [b ], sedangkan fonem /p/ mempunyai alofon [p] dan [p ].

Meskipun fonem /b/ dilafalkan dengan [b] dan [b ] serta fonem /p/ dilafalkan dengan [p] dan [p ], kedua bunyi tersebut tidak membedakan makna sehingga bunyi itu tidak termasuk bunyi yang distingtif, tetapi hanya merupakan varian atau alofon.



2.     Bunyi Dental/Alveolar

Dental atau alveolar adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh daun lidah yang menempel gigi/gusi depan atas bagian dalam.

Dalam khazanah linguistic Jawa, bunyi dental atau alveolar ini sering disebut swara untu ‘bunyi gigi’.



3.     Bunyi Retrofleks

Bunyi retrofleks adalah bunyi yang dihasilkan oleh pelepasan ujung lidah bagian bawah yang menempel atau menyentuh langit-langit keras karena hembusan udara dari paru-paru.



4.     Bunyi Palatal

Bunyi palatal adalah bunyi yang dihasilkan oleh pelepasan daun lidah yang menempel pada langit-langit keras yang disertai hembusan udara dari paru-paru. Dalam khazanah linguistik jawa, bunyi palatal lazim disebut swara cethak.



5.     Bunyi Velar

Bunyi velar adalah bunyi yang dihasilkan oleh rongga tenggorokan. Dalam linguistik Jawa bunyi velar disebut swara gorokan.



6.     Bunyi Glotal

Bunyi [?] merupakan bunyi hambat glotal tak bersuara, sedangkan bunyi [h] merupakan bunyi frikatif glotal bersuara.

Meskipun daerah artikulasi tenggorokan menghasilkan dua buah bunyi, yaitu [?] dan [h], yang terkenal sebagai bunyi tenggorokan hanyalah bunyi [?], sedangkan bunyi [h] disebut bunyi laringal.

Paparan di atas memperlihatkan secara jelas bahwa fonem konsonan bahasa Jawa mempunyai alofon yang didasarkan pada system lafal bahasa Jawa.



ØKonsonan Homorgan

Konsonan homorgan adalah konsonan yang berasal dari satu daerah artikulasi. Jika ada konsonan yang tempat artikulasinya ditempatnya sama disebut homorgan, karena proses artikulasinya sama.

Homorgan ada 2 :

a)      Penuh : Tempatnya sama, caranya juga sama. Contoh : semua hambat letup.

b)      Sebagian (Nasal)

                            Fungsi konsonan homorgan adalah untuk menentukan letak suatu fonem.



ØFonem Khas Bahasa Jawa

Bahasa jawa mempunyai fonem khas berupa (1) bunyi aspirat dan (2) pranasal.



·        Bunyi Aspirat

Semua bunyi hambat bersuara dan tak bersuara dalam bahasa jawa cenderung diikuti bunyi aspirat, yaitu bunyi frikatif glotal tak bersuara.

Dalam bahasa itu bunyi hambat bersuara dan tak bersuara yang beraspirat dan yang tak beraspirat tidak membedakan makna. Dalam bahasa itu bunyi beraspirat dan tak beraspirat membedakan makna.



·        Bunyi Pranasal

Pranasal itu merupakan bunyi nasal yang selalu mendahului suatu kata ketika kata tersebut diucapkan.



ØDiftong dan Monoftong

Diftong merupakan 2 vokal yang berjejer terletak 1 deret dan terletak 1 suku kata. Sedangkan monoftong adalah bahasa jawa standar yang tidak memiliki diftong seperti bahasa Indonesia sebab vokal dalam bahasa jawa cenderung berupa vokal tunggal.



ØGugus Konsonan (Klaster)

Klaster adalah dua konsonan yang berbeda berderet dan membentuk satu kesatuan.



ØUrutan Fonem

Urutan fonem dalam suku kata bahasa jawa atau kaidah fonotaktik bahasa jawa ialah V, VK, KV, KVK, KKV, dan KKVK.





vEJAAN BAHASA JAWA

Ejaan bahasa Jawa dibedakan menjadi dua, yaitu ejaan bahasa Jawa yang menggunakan aksara Jawa dan ejaan bahasa Jawa yang menggunakan aksara Latin.

Untuk penulisan nama geografis yang mengandung bunyi dental/alveolar dan retrofleks, baik yang berupa hambat bersuara maupun hambat tak bersuara, misalnya, ejaan bahasa Jawa yang disempurnakan menganjurkan penulisannya agar mengikuti kaidah ejaan bahasa Indonesia. Padahal, fonem-fonem itulah yang menjadi ciri khas.

Fonem /t/ dan /th/ serta /d/ dan /dh/ memang telah dibedakan dalam ejaan tersebut, tetapi fonem /a/ dan / / serta / / dan /o/ tidak dibedakan.



ØPenulisan Vokal Bahasa Jawa

Jika terdapat bunyi [I] pada suatu kata dan kata itu mendapat imbuhan –e (-ne), serta bunyi [I] dalam kata tersebut berubah menjadi bunyi [i], bunyi [I] pada kata tersebut harus ditulis dengan menggunakan aksara i.

Bunyi [I] pada kata cacing, maling, pitik, cilik, wajik, dan arit ditulis dengan menggunakan aksara I sebab bunyi [I] dalam kata tersebut akan berubah menjadi [i] setelah kata-kata tersebut mendapat imbuhan –e (-ne).



·        Penulisan Bunyi [ ]

Dalam bahasa Jawa bunyi [ ] atau bunyi a jejeg atau a nglegena seharusnya ditulis dengan aksara a bukan dengan aksara o sebab bunyi aksara Jawa itu adalah ha, na, ca, ra, ka, dst.

Selain itu, bunyi [ ] dan [ ] dalam bahasa Jawa merupakan dua bunyi yang berbeda yang mampu membedakan bentuk dan makna suatu kata. Penulisan bunyi [ ] menggunakan aksara a atau o dapat dilihat pada keselarasan bunyi karena harmoni vokal.

Jika terdapat bunyi [ ] pada suatu kata dan kata itu mendapat imbuhan –e (-ne) serta bunyi [ ] dalam kata tersebut berubah menjadi bunyi [a] atau menjadi bunyi a miring, bunyi [ ] pada kata tersebut harus ditulis dengan menggunakan aksara a.



·        Penulisan Bunyi [ ]

Jika dalam suatu kata terdapat bunyi [ ], bunyi ini mirip dengan bunyi [o], terletak pada suku kata akhir dan mendapat imbuhan –e (-ne), bunyi [ ] tersebut akan berubah menjadi bunyi [u], bunyi [ ] pada kata tersebut harus ditulis dengan menggunakan huruf u.

Bunyi [ ] pada kata jagung, wedhus, siwur, duduh, parut, dan welut ditulis dengan menggunakan huruf u karena bunyi [ ] pada kata tersebut akan berubah menjadi bunyi [ ] setelah kata-kata tersebut mendapat akhiran –e (-ne)

http://jiwajawajawi.wordpress.com/2013/12/10/fonologi-bahasa-jawa/

0 komentar:

Posting Komentar