LIMA KIAT MUDAH MENUANGKAN IDE




agi seorang pemula, menulis adalah sesuatu yang maha sulit. Betapa tidak, ada orang yang punya semangat menulis. Tapi sayang, ketika ingin menorehkan kata pembuka tulisan, tiba-tiba saja fikirannya kelu, akalnya hampa, dan tangannya kaku, tidak tahu dengan kata apa membuka goresan penanya. Ia tak ubahnya seperti seorang pria yang kesulitan mengungkapkan rasa kepada sang kekasih idaman. Lidahnya kelu mengucapkan kata angker ‘I Love U’.
Ada juga yang telah menemukan ide dan gagasan-gagasan yang menunjang, hanya saja fikirannya kacau. Ia tidak menemukan cara menuangkan pesan yang ada. Akhirnya gagasan-gagasan yang ada membeku dalam alam fikir, laksana bahan mentah yang ditinggal begitu saja, tanpa guna. Lalu akhirnya sirna ditelan masa.
Ada juga yang telah berani menggoreskan ide di atas kertas. Tapi sayang. Di saat ia hanyut dalam euporia keindahan dunia tulis, perasaannya lalu lenyap. Ia kehabisan gagasan. Dan tak mampu menangkap lagi ide, pesan, kesan, fakta dan segala argumen yang ada. Ia laksana orang yang sesat di rimba antah berantah, tersembunyi di balik rimbunan dahan-dahan pohon yang lebat, hilang dan tak menemukan jalan keluar.
Dari sederet modus di atas, banyak di antara kita yang serta merta mengklaim bahwa menulis adalah ‘dunia asing’. Ia dunia sepi, dunianya para borju intelektual. Bagaimana tidak, banyak orang yang melihat bahwa tidak semua orang berjodoh dengan dunia menulis. Mereka yang berhasil terjun di ‘dunia asing’ ini, adalah mereka yang jalan hidupnya memang digariskan di dunia ini. Tak ubahnya seperti takdir yang tak dapat berubah lagi. Padahal bukankan takdir selain ada yang tak bisa diganggu gugat, ada pula yang bisa diusahakan? ‘Keterampilan dan kecakapan menulis’ salah satunya.
Banyak kiat yang telah ditawarkan oleh para pemerhati dunia menulis sebagai solusi dari kendala-kendala di atas dan semacamnya. Namun tak ada salahnya jika penulis menawarkan lima kiat—berangkat dari pengalaman pribadi penulis sebagai kuli tinta di TEROBOSAN, dan WawasaN pada tahun 2002, dan pengalaman menulis artikel dan kolom di berbagai buletin Kairo sejak masa itu hingga detik ini—untuk memudahkan para pemula memulai goresan pena, menuangkan ide dan menabur makna.
Kiat pertama, tentukan ‘angle’. Angle adalah sorotan utama penulisan. Ia sudut pandang ide. Dari angle akan lahir tema. Angle laksana makna dan ruh yang menyelimuti ide, lalu tema adalah kata-kata dan jasad yang mengejawantahkan angle. Mengail angle tulisan sangat signifikan, ia tidak dapat ditawar lagi, karena dengan angle, gagasan yang akan kita tumpahkan dalam carikan kertas akan terarah. Dengannya seorang penulis akan fokus, ia akan mampu menarik segala gagasan yang berkaitan dengan tema, laksana magnet yang menarik segala jenis besi ke pusaranya. Hingga akhirnya ia mampu mencipta satu tulisan yang menunjukkan satu kesatuan yang utuh, seperti satu bangunan yang kokoh, megah, apik, setiap bagiannya menguatkan bagian yang lain.
Kiat kedua, buat kerangka tulisan. Kerangka tulisan representasi dari 50 % tulisan. Ia laksana kerangka satu bangunan. Pada dasarnya kerangka tulisan terdiri dari tiga bagian pokok, ‘pendahuluan, isi dan penutup’. Namun sebuah bangun tulisan tidak cukup hanya dengan kerangka pokok. Semakin detail gagasan-gagasan yang menguatkan setiap bagian kerangka pokok, maka seorang penulis akan semakin mudah merangkai kata, menabur makna dalam satu bangun tulisan. Kehadiran kerangka dalam aktivitas menulis sangat menunjang seorang penulis dalam mengolah data dalam alam fikir, sebelum mengejawantahkannya dalam alam tulis.
Kiat ketiga, mengolah data dalam alam fikir. Usaha mengolah data adalah inti dari segala prolog menulis. Dia yang membuat mata fikir seorang penulis amat kasat dalam memetik makna, menangkap ide, dan menuai makna. Ia juga yang mengasah pena seorang penulis hingga goresannya tajam menusuk lubuk hati pembaca.
Segala data dan gagasan yang telah diolah dalam otak dan akal fikiran melalui fasilitas jiwa ini, layaknya sebagai kalam en nafsi (perkataan jiwa) dalam mata kuliah tauhid. Segala sesuatu, kata-kata lisan atau pun tulisan semuanya bersumber dari kalam en-nafsi. Ia laksana mata air. Jika ia kosong, tentu tidak akan mampu memancarkan kata-kata baik lisan maupun tulisan. Jika ia hambar maka kata-kata yang lahir dari lubuknya akan hambar pula.
Namun jika ia indah, manis, padat dan berisi. Kata-kata yang terlahir pun akan manis, padat dan berisi. Dengan mengolah tulisan dalam otak dan fikiran kita. Kita akan semakin faham duduk permasalahan. Kita tidak meraba-raba lagi ide yang akan dituangkan. Tapi ide dan gagasan itu benar-benar telah jelas di dalam fikir, dan telah menjadi hak milik alam fikir kita, sehingga kita mampu menuangkan ide dalam bentuk apapun, dan dalam keadaan apapun tanpa ada hambatan yang signifikan.
Kiat keempat, tulis apa yang terbetik di hati. Setelah data diolah dalam otak, tibalah saat yang menentukan. Detik-detik ini yang terkadang membuat seorang penulis pemula keringat dingin, tak mampu melewati fase transisi dari alam fikir ke alam tulis. Fase ini laksana alam barzakh, ia adalah terminal persinggahan, dan awal dari dunia tulis. Untuk melewati fase ini, kiatnya adalah tulis segala apa yang terlintas di hati, namun tetap fokus pada kalam en nafsi yang telah diolah sebelumnya. Tinggalkan teori untuk sementara waktu. Tinggalkan rasa untuk tampil wah, prima dan perfect (sempurna), karena ini yang akan menghambat klarnya satu tulisan. Nanti setelah bingkai tulisan selesai terbentuk, baru merapikan tulisan lewat teori-teori yang telah dipahami.
Kiat kelima, perkaya kosakata dan wawasan. Pertama, dengan modal kosakata yang melimpah ruah, seorang penulis akan dengan mudah mempergunakan diksi yang tepat. Pesan yang ingin disampaikan penulis juga akan mudah dipahami oleh pembaca, dan yang paling penting pembaca akan hanyut dalam lautan kata yang telah penulis rangkai.
Pembaca tidak akan jenuh, karena penulis tidak kehabisan kata dalam menawarkan ide. Kedua, dengan wawasan yang luas dan mendalam, akan membuat tulisan berbobot, valid, dan dapat dijadikan bahan rujukan. Pembaca pun akan mengakhiri bacaannya dengan decak kagum, seraya menghaturkan terima kasih kepada penulis, karena telah memberi sesuatu yang berarti.
Semoga lima kiat ini, dapat mengatasi segala keluhan dalam menuangkan ide dalam tulisan. Dan sekarang saatnya action. Tangkap segala ide yang terlintas dalam fikir kita. Abadikan dalam bentuk tulisan. Karena usia ada akhirnya, namun tulisan yang berbobot akan hidup sepanjang zaman.
Penulis: Andi M. Ridwan Tahir, Lc. Dipl.

http://dgroundrevolution.blogspot.com/2011/06/lima-kiat-mudah-menuangkan-ide.html

0 komentar:

Posting Komentar